page contents
 
Yadhi Rusmiadi Jashar 

Berdasarkan Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan, kaidah penulisan tanda titik (.) pada singkatan dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti tanda titik di belakang tiap-tiap singkatan itu.
Misalnya: A.H. Nasution
H. Hamid
W.R. Supratman
M.Hum
M.Si.
Bpk.
Sdr.
Kol.

2. Singkatan kata yang berupa gabungan huruf diikuti dengan tanda titik.
Misalnya:
jml.
kpd.
tgl.
hlm.
No.

3. Singkatan gabungan kata yang terdiri atas tiga huruf diakhiri dengan tanda titik.
Misalnya:
dll.
dsb.
dst.
sda.
ybs.
yth.

4. Singkatan gabungan kata yang terdiri atas dua huruf (lzim digunakan dalam surat-menyurat) masing-masing diikuti oleh tanda titik.
Misalnya:
a.n.
d.a.
u.b.
u.p.

5. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti dengan tanda titik.
Misalnya:
cm
kg
Rp
TNT
Cu

6. Singkatan nama resmi lembaga pemrintahan dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, erta nama dokumen resmi yang terdiri atas gabungan huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
Misalnya:
DPR
PBB
WHO
PT
KTP
 
Oleh Yadhi Rusmiadi Jashar


Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat. Contoh: Nenek saya, baru datang, di pasar, dan sedang membaca.

Kata majemuk atau kompositum adalah gabungan morfem dasar yang seluruhnya berstatus sebagai kata yang mempunyai pola fonologis, gramatikal, dan semantis yang khusus menurut kaidah bahasa yang bersangkutan (KBBI). Kata majemuk juga memiliki pengertian gabungan dua kata atau lebih yang memiliki struktur tetap, tidak dapat disisipi kata lain atau dipisahkan strukturnya karena akan memengaruhi arti secara keseluruhan. Contoh: rumah makan, rumah sakit, kereta api, dan air mata.

Idiom adalah satuan-satuan bahasa (bisa berupa kata, frase, maupun kalimat) yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna leksikal unsur-unsurnya maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut. Idiom merupakan perpaduan dua kata atau lebih yang maknanya tidak dapat secara langsung ditelusuri dari makna masing-masing kata yang tergabung. Contoh idiom adalah membanting tulang, panjang tangan, dan tebal telinga.

Perbedaan frasa, kata majemuk, dan idiom; frasa tidak memiliki makna baru, melainkan makna sintaktik atau makna gramatikal. Contoh, kaki Nasir yang maknanya secara sintaktik atau gramatikal sesuai dengan kata 'kaki' dan 'Nasir'. Kata majemuk sebagai komposisi memiliki makna baru atau memiliki satu makna tetapi maknanya masih dapat ditelusuri secara langsung dari kata-kata yang digabungkan. Contoh, kaki meja yang masih dapat ditelusuri dari makna 'kaki' dan 'meja'. Idiom memunculkan makna baru yang tidak dapat secara langsung ditelusuri dari kata-kata yang digabungkan. Contoh, kaki tangan yang tidak ada sangkut pautnya dengan 'kaki' dan 'tangan'.

 
1. Ejaan van Ophuijsen

Pada tahun 1901 ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin, yang disebut Ejaan van Ophuijsen, ditetapkan. Ejaan tersebut dirancang oleh van Ophuijsen dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma'moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Hal-hal yang menonjol dalam ejaan ini adalah sebagai berikut.

  1. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang.
  2. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer.
  3. Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma'moer, 'akal, ta', pa', dinamai'.


2. Ejaan Soewandi

Pada tanggal 19 Maret 1947 ejaan Soewandi diresmikan menggantikan ejaan van Ophuijsen. Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan ejaan Republik. Hal-hal yang perlu diketahui sehubungan dengan pergantian ejaan itu adalah sebagai berikut.

  1. Huruf oe diganti dengan u, seperti pada guru, itu, umur.
  2. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k, seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
  3. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti anak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
  4. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, seperti kata depan di pada dirumah, dikebun, disamakan dengan imbuhan di- pada ditulis, dikarang.


3. Ejaan Melindo

Pada akhir 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu (Slametmulyana-Syeh Nasir bin Ismail, Ketua) menghasilkan konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia). Perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya mengurungkan peresmian ejaan itu.

4. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.

Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.

Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan surat Putusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987.

Beberapa hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan adalah sebagai berikut.

1. Perubahan Huruf

Ejaan Soewandi Ejaan yang Disempurnakan

dj djalan, djauh j jalan, jauh

j pajung, laju y payung, layu

nj njonja, bunji ny nyonya, bunyi

sj isjarat, masjarakat sy isyarat, masyarakat

tj tjukup, tjutji c cukup, cuci

ch tarich, achir kh tarikh, akhir

2. Huruf-huruf di bawah ini, yang sebelumnya sudah terdapat dalam Ejaan Soewandi sebagai unsur pinjaman abjad asing, diresmikan pemakaiannya.

f maaf, fakir

v valuta, universitas

z zeni, lezat

3. Huruf-huruf q dan x yang lazim digunakan dalam ilmu eksakta tetap dipakai

a : b = p : q

Sinar-X

4. Penulisan di- atau ke- sebagai awalan dan di atau ke sebagai kata depan dibedakan, yaitu di- atau ke- sebagai awalan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, sedangkan di atau ke sebagai kata depan ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya.

di- (awalan) di (kata depan)

ditulis di kampus

dibakar di rumah

dilempar di jalan

dipikirkan di sini

ketua ke kampus

kekasih ke luar negeri

kehendak ke atas

5. Kata ulang ditulis penuh dengan huruf, tidak boleh digunakan angka 2.

  anak-anak, berjalan-jalan, meloncat-loncat

Sumber: Arifin, Zaenal dan S. Amran Tasai. 2007. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

 
Oleh Yadhi Rusmiadi Jashar

A.  Pengantar

Dalam penggunaan bahasa, keefektifan selain dapat dicapai melalui pemilihan kata yang tepat, dapat dilakukan dengan menghindari pemakaian kata yang mubazir. Kata mubazir yang dimaksud di sini adalah kata yang kehadirannya tidak terlalu diperlukan, sehingga jika dihilangkan, tidak mengganggu informasi yang disampaikan. Oleh sebab itu, dalam penggunaan bahasa sebaiknya kita berlaku hemat. Menurut Arifin dan Tasai (2008: 101), “Yang dimaksud dengan kehematan adalah hemat mempergunakan kata, frasa, atau bentuk lain yang dianggap tidak perlu”.

B.  Jenis Kata Mubazir

Menurut Arifin dan Tasai (2008: 101), jenis kata-kata mubazir sebagai berikut.  

1.      Pengulangan Subjek

Pengefektifan kalimat dapat dilakukan dengan cara menghilangkan pengulangan subjek.

Contoh:

a. Karena ia tidak diundang, dia tidak datang ke tempat itu.

b. Hadirin serentak berdiri setelah mereka mengetahui bahwa presiden datang.

Perbaikan kalimat tersebut sebagai berikut.

a. Karena tidak diundang, dia tidak datang ke tempat itu.  

b. Hadirin serentak berdiri setelah mengetahui bahwa presiden datang.

   

2.      Pemakaian Superordinat Pada Hiponim Kata

Pengefektifan kalimat dapat dilakukan dengan cara menghindarkan pemakaian superordinat pada hiponim kata.

Contoh:

a. Ia memakai baju warna merah.

b. Di mana engkau menangkap burung pipit itu?

Perbaikan kalimat tersebut sebagai berikut.

a. Ia memakai baju merah.

b. Di mana engkau menangkap pipit itu?

3.      Kesinoniman dalam Satu Kalimat

Pengefektifan kalimat dapat dilakukan dengan cara menghindarkan kesinoniman dalam satu kalimat.

Contoh:

a. Kita perlu menjaga kesehatan agar supaya terhindar dari penyakit.

b. Bank Sumitomo adalah merupakan salah satu bank terbesar di Jepang.

c. Beberapa kota besar di Indonesia umumnya sudah tercemar polusi udara, seperti misalnya Jakarta dan Surabaya.

Perbaikan kalimat tersebut sebagai berikut.

a. Kita perlu menjaga kesehatan agar terhindar dari penyakit.

b. Kita perlu menjaga kesehatan supaya terhindar dari penyakit.

c. Bank Sumitomo merupakan salah satu bank terbesar di Jepang.

d. Bank Sumitomo adalah salah satu bank terbesar di Jepang.

e. Beberapa kota besar di Indonesia umumnya sudah tercemar polusi udara, seperti Jakarta dan Surabaya.

f. Beberapa kota besar di Indonesia umumnya sudah tercemar polusi udara, misalnya Jakarta dan Surabaya.

   

4.      Penjamakan Kata-Kata yang Berbentuk Jamak

Pengefektifan kalimat dapat dilakukan dengan cara tidak menjamakkan kata-kata yang berbentuk jamak.

Contoh:

a. Para hadirin dipersilakan memasuki ruangan.  

b. Para tamu-tamu menikmati hiburan yang disajikan tuan rumah.

Perbaikan kalimat tersebut sebagai berikut.

a. Hadirin dipersilakan memasuki ruangan.

b. Tamu-tamu menikmati hiburan yang disajikan tuan rumah.

Pendapat Arifin dan Tasai tersebut sejalan dengan Chaer (2011: 37) yang mengemukakan bahwa “Ada kata-kata yang kalau dihilangkan tidak akan mengganggu makna atau arti kalimat tersebut”. Kata-kata yang dapat dihilangkan, antara lain:

1. Kata-kata hari, tanggal, bulan, tahun, pukul atau jam.

Contoh:

a. Seminar itu akan berlangsung hingga hari Selasa mendatang.

b. Terhitung sejak tanggal 1 Maret 2012 ia diangkat menjadi calon pegawai negeri.

c. Setiap bulan Oktober, Balai Bahasa menyelenggarakan Bulan Bahasa.

Perbaikan kalimat tersebut sebagai berikut.

a. Seminar itu akan berlangsung hingga Selasa mendatang.

b. Terhitung sejak 1 Maret 2012 ia diangkat menjadi calon pegawai negeri.

c. Setiap Oktober, Balai Bahasa menyelenggarakan Bulan Bahasa.

2. Kata dari dan daripada yang tidak perlu.

Contoh:

a. Pidato dari Presiden akan disiarkan ulang nanti malam.

b. Tugas dan fungsi daripada DPR adalah menyusun undang-undang, bukan mengurus pembangunan sarana pendidikan.

Perbaikan kalimat tersebut sebagai berikut.

a. Pidato Presiden akan disiarkan ulang nanti malam.

b. Tugas dan fungsi DPR adalah menyusun undang-undang, bukan mengurus pembangunan sarana pendidikan.

3. Tidak menggunakan kata penanda jamak (seperti semua, banyak, beberapa, sekalian, dan para) bersama-sama sekaligus dengan bentuk ulang yang menyatakan jamak.

Contoh:  

a. Banyak pohon-pohon bertumbangan ketika terjadi angin ribut semalam.  

b. Sebagian barang-barang makanan yang diimpor itu sudah kadaluarsa.

Perbaikan kalimat tersebut sebagai berikut.  

a. Pohon-pohon bertumbangan ketika terjadi angin ribut semalam.  

b. Banyak pohon bertumbangan ketika terjadi angin ribut semalam.  

c. Sebagian barang makanan yang diimpor itu sudah kadaluarsa.

4. Menghilangkan kata hipernim (superordinat) dari kata yang menjadi hiponimnya (superordinatnya).

Contoh:

a. Sayuran diangkut ke kota menggunakan kendaraan truk.

b. Di pasar ibu membeli ikan tongkol dan buah mangga.

Perbaikan kalimat tersebut sebagai berikut.

a. Sayuran diangkut ke kota menggunakan truk.

b. Di pasar ibu membeli tongkol dan mangga.