page contents
 
Yadhi Rusmiadi Jashar 
 Kesalahan Penulisan "dan" dan "sehingga"

Kesalahan penulisan “dan” sering terjadi dalam cara penulisan “dan” ketika menghubungkan lebih dari dua hal/benda, misalnya “Di kamar itu ada kursi, meja dan tempat tidur” (tanpa koma). Seharusnya, menurut Ejaan yang Disempuranakan, harus menggunakan koma sebelum kata “dan”: “Di kamar itu ada kursi, meja, dan tempat tidur”.
Ada juga kesalahan penulisan “sehingga” di awal kalimat. Contoh: “…melakukan aksi perlawanan. Sehingga, polisi menggunakan….”. Mestinya, “…melakukan aksi perlawanan sehingga polisi menggunakan…”; atau “…melakukan perlawanan. Akibatnya, polisi menggunakan….”. 
o   

Uum G. Karyanto 
Mengapa perlu koma sebelum 'dan' pada rincian terakhir? Itu diperlukan untuk menghindari kesalahan pemahaman karena mungkin saja salah satu rincian dalam kalimat tersebut juga mengandung 'dan'. Contoh: Aku suka sinetron Para Pencari Tuhan, Kiamat Sudah Dekat, Shafa dan Marwah, dan Aisyah dan Adinda. Dua judul terakhir sudah mengandung kata 'dan'. Coba bayangkan, akan sangat membingungkan jika setelah rincian terakhir sebelum 'dan' (Shafa dan Marwah) tidak disertakan tanda , (koma).
o   

Efin Gustrizali 
Kesalahan penggunaan "sehingga", yang dimukakan oleh Kak Yadhi Rusmiadi Jashar, merupakan kesalahan sintaksis. Kata "sehingga" adalah bentuk konjungsi untuk kalimat subordinatif. Secara gramatikal, kalimat subordinatif terdapatklausa induk dan klausa anak. untuk menghubungkan kedua klausa tersebut digunakanlah konjungsi, salah satunya adalah kata "sehingga". Jadi, bila kata "sehingga" digunakan pada kalimat tunggal, kalimat tersebut menjadi kalimat yang "buntung".
Akan tetapi, ada yang perlu diingat. penulisan kata "sehingga" di awal kalimat,dalam bentuk kalimat tunggal, pada penulisan fiksi dapat dibenarkan. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, penggunaan bentuk semacam ini akan membentuk gaya bahasa absolut.

o   

Yadhi Rusmiadi Jashar 
Malam yang hitam itu mengurungku. Sehingga jatuhlah aku dalam pelukan rasa takut yang pekat.

 
Fanny Jonathans Poyk 
kata apa saja yg luruh dan berubah? 

Uum G. Karyanto 
kata-kata yang berubah kalau mendapat awalan ya?

Efin Gustrizali 
Bang Uum G. Karyanto, kalau boleh ikut nimbrung, untuk masalah yang dikemukakan oleh mbak Fanny Jonathans Poyk, dapat kita gunakan kaidah morfologi.
dalam kaidah morfologi, terutama pembahasan morfem teikat, ada ketentuan penulisan sebagai berikut:
1. Bila peN/meN bertemu dengan kata dasar yang diawali fonem p/t/k/s, penulisannya luluh atau lesap.
Contoh : peN/meN + tari = penari/menari
2. Ketentuan pada kaidah pertama tidak berlaku bila peN/meN bertemu dengan kata dasar yang membentuk "cluster".
Contoh : peN/meN + protes = memprotes
Fonem "p" pada kata protes tidak hilang karena ada bentukan cluster yakni "mpr".

Efin Gustrizali Tambahan:
Penggunaan meN/peN pada kata dasar yang diawali dengan fonem p/t/k/s tidak luluh atau lesap bila hasil bentukannya akan menimbulkan makna lain.
Contoh: peN/meN + kaji tetap "mengkaji" karena bila dilesapkan menjadi "mengaji" maknanya berbeda.

Uum G. Karyanto 
Saya mungkin perlu menambahkan sbb. Ada juga kata-kata serapan dari bahasa Inggris yang mengalami perubahan bentuk jika diikuti akhiran (sufiks) yg huruf pertamanya konsonan. Contoh:'efektif'. Kata ini jika dirangkai dengan akhiran '-itas' atau gabungan imbuhan 'ke-an' menjadi 'efektivitas' dan 'keefektivan'. Huruf/bunyi akhir /f/ berubah menjadi /v/; dengan kata lain dikembalikan terlebih dahulu ke bentuk aslinya 'effective'. Demikian pula halnya dengan kata 'kreatif' yang berubah menjadi 'kreativitas' dan 'kekreativan'. Tetapi, perubahan itu tidak terjadi apabila kata-kata tersebut diikuti akhiran yang berhuruf/berbunyi awal huruf/bunyi konsonan. Kata tersebut dituliskan 'efektifkan' dan 'kreatifkan'. Bagaimana, Mbak?

Uum G. Karyanto 
Kluster adalah dua konsonan yang diucapkan sekaligus. Bunyi atau huruf /pr/ pada kata 'protes' seperti yang MbakAni Gorrell sebutkan adalah contoh kluster. Nah, /p/ pada kata 'protes' tidak luluh ketika dirangkai dengan awalan me- bukan karena berasal dari bahasa asing, melainkan karena bersama /r/ membentuk kluster /pr/. Bagaimana, Mbak?

o   

Ani Gorrell 
Terima kasih penjelasannya. Jelas sekali :) Perihal kata yg berasal dari bahasa asing, apakah berlaku aturan yg sama utk huruf p misalnya? Bagaimana dengan kata "pengaruh". Selama ini, ketika diberi awalan dan akhiran "me+i" menjadi mempengaruhi. Padahal utk huruf 'p', aturannya adalah 'p' lebur. Begitu juga dengan kata 'punya'. Apakah EYD sekarang membenarkannya menjadi 'memunyai' atau tetap mempengaruhi dan mempunyai dan dianggap sebagai pengecualian?
o   

Uum G. Karyanto 
Penulisan yang benar adalah 'memengaruhi'. Secara teoretis mestinya berlaku juga thd kata 'punya' menjadi 'memunyai'. Tetapi, dalam KBBI kata itu ditulis 'mempunyai' karena pertimbangan keserasian bunyi bahasa Indoneseia. Bentuk 'memunyai' dirasakan kurang serasi secara fonologis. Tetapi, sudah ada beberapa pihak yang mengusulkan agar dalam edisi berikutnya KBBI mengubah 'mempunyai' menjadi 'memunyai'. Untuk sementara, kita patuhi saja KBBI: 'mempunyai'. Oke?

 
Yadhi Rusmiadi Jashar 

petinju <> peninju
petembak <> penembak
petatar <> penatar

Ayo, jangan salah mengintegrasikan kata-kata tersebut dalam kalimat.

o   

Yadhi Rusmiadi Jashar 
Ketiga pasang kata tersebut, sering dipersamakan artinya dan dipertukarkan penggunaannya dalam kalimat. Padahal, Ketiga pasang kata tersebut memiliki makna yang berbeda. ketiganya memang berasal dari kata dasar yang sama, yaitu /tinju/, /tembak/, dan /tatar/. Kata /petinju/ berarti 'orang yang bertinju' dan kata /peninju/ berarti 'orang yang meninju'. Untuk membedakan arti kedua kata tersebut, ada baiknya dicermati dua contoh kalimat berikut.
1. Chris John akan bertanding melawan petinju dari Thailand.
2. Siapakah peninju kepala anak saya?
Kata /petinju/ (Nomina) pada kalimat (1) memiliki arti 'profesi, pekerjaan, atau bidang yang digeluti'. Kata /peninju/ (verba) pada kalimat (2) memiliki arti "orang yang melakukan perbuatan meninju'.
Dengan beranalog pada kata /petinju/, dibentuklah kata /petembak/, /petatar/, /peterjun/, /pegolf/, dan /pebiliar/. Semoga uraian ringkas ini semakin membuat puyeng. hehehe.

o   

Yadhi Rusmiadi Jashar 
Kata /petinju/ dan /peninju/ tidak akan dapat diterangkan pembentukannya jika hanya dilihat dari bentuk dasarnya /tinju/ yang mendapat awalan /pe-/ karena hasil akhirnya akan selalu /peninju/ dan tidak pernah terjadi bentuk /pe-/ + /tinju/ --> /petinju/. Kata /petinju/ dan /peninju/ mengikuti proses pembentukan yang lengkap seperti berikut.
1. tinju -> bertinju -> petinju -> pertinjuan
2. tinju -> meninju -> peninju -> peninjuan

o   

Uum G. Karyanto  
Baik 'petinju' maupun 'peninju' masuk ke dalam kelas kata nomina (kata benda). Silakan cek di KBBI (yang saya miliki edisi tahun 2002), halaman 1198.

o   

Uum G. Karyanto 
Ada cara sederhana untuk memastikan apakah kata tertentu tergolong kata benda (nomina) atau bukan, yaitu dengan menempatkan sebuah kata bilangan (numeralia) yang sesuai. Baik kata 'petinju' maupun 'peninju' bisa diawali dengan kata bilangan seorang, menjadi: 'seorang petinju' dan 'seorang peninju'. Hal ini menandakan kedua kata tersebut dapat digolongkan ke dalam kelas kata benda (nomina).

 
Uum G. Karyanto

mengonsumsi, bukan mengkonsumsi;
memesona, bukan mempesona;
menaati, bukan mentaati; menyukseskan, bukan mensukseskan.

Akan tetapi:

mengkritik, bukan mengeritik;
memproduksi, bukan memeroduksi;
mentransfer, bukan menransfer;
mensyukuri, bukan menyukuri.
o   

Tiara Adelina 
Nah, itu namanya tidak konsisten pembakuan bahasa Indonesia. Contohnya bang: kue seharusnya dibaca dgn k-u-e, knyataannya kita membaca dgn k-u-w-e, katanya ad fungsi keindahan. Ada lagi bang, kalo dilihat sekilas beda meniduri dan menidurkan apa ya? :D

Uum G. Karyanto ‎
 Pada tataran fonologi, kata 'kue' memang dilafalkan /kuwe/ atau /kuweh/. Bunyi /w/ muncul sebagai bunyi luncur. Sama seperti munculnya bunyi /b/ di antara /m/ dan /l/ pada kata 'jumlah'.

o   

Uum G. Karyanto ‎
dl KBBI meniduri diartikan sbg 1. tidur di; berbaring di, 2. (kias) bersetubuh dengan ..., sedangkan menidurkan: 1. membawa tidur, membaringkan (meninabobokan dsb) supaya tidur; 2. merebahkan. 


Faulina Handayani 
Sekadar tambahan info. Kata dasar yaлg berawalan k, p, t, s, bila bertemu dg imbuhan me- akan luluh, kecuali: 1) kata dasar itu merupakan konsonan rangkap (kr-kritik, kl-klasifikasi, dll); 2) kata dasar tersebut belum diserap dalam bhs ind (masih murni bahasa asing). Namun ada pengecualian untuk beberapa kata, misalnya kata kaji- tetap mengkaji karena maknanya berubah apabila мєηĵαđι mengaji.

o   

Uum G. Karyanto 
 Gejala yang dideskripsikan Ayunda dalam ilmu bahasa disebut proses nasalisasi, dan proses itu tidak terjadi pada kata dasar yang diawali digraf seperti yang dicontohkan Ayunda dan yang saya contohkan di atas. Contoh lain: meN- + stimulasi => menstimulasi, bukan menyetimulasi*. [Ket: meN = me-nasal; * = tanda fonetis untuk bentuk tidak berterima.] Ada gejala lain yang juga perlu dicermati, yaitu pengecualian pada kata-kata tertentu yang mengharuskan proses nasalisasi tidak terjadi dengan pertimbangan keserasian fonologis, misalnya meN + punya + i. Bunyi /p/ pada bentuk itu tidak luluh menjadi /m/ => memunyai*, tetapi tetap mempunyai karena secara fonologis tidak serasi.

 
Yadhi Rusmiadi Jashar 
‎[Membumbung] atau [Membubung]?

Apa arti kedua kata tersebut? Kata dasar dari keduanya merupakan serapan dari bahasa Jawa yang masing-masing memiliki makna berbeda.

[Bumbung] artinya tabung bambu, perian, pembuluh, buluh-buluh. [Bubung] artinya puncak rumah atau bagian rumah yang paling tinggi.

Dengan demikian, kata [membumbung] dalam kalimat "Burung besi itu membumbung menuju matahari." sudah jelas salah. Perbaikannya adalah "Burung besi itu membubung menuju matahari."
 
Ojho Sunusi 

 ‎"Kebetulan" kata ini sering digunakan untuk menyatakan status
misalnya "saya bukan ibu SEBAB hanya "kebetulan" saya istrinya. 

kebiasaan lisan ini sulit dihindari dalam penggunaannya, karena sudah menjadi kebisaan yang lazim, apalagi para penuturnya kebanyakkan dari istri pejabat di negeri ini, sehingga bagi masyarakat hal tersebut bukan suatu persolalan yang signifikan. lalu bagaimana dengan kita? 
o   

Uum G. Karyanto 

Ya, Bung Ojho Sunusi. Pemakaian ungkapan "kebetulan" telah menjadi semacam gejala yang unik tetapi umum dalam bertutur secara lisan. Saya memperkirakan beberapa hal terkait gejala ini. (1) Sangat mungkin awalnya hal tsb merupakan satu bentuk idiolek (ciri perseorangan dl berbahasa), kemudian berkembang menjadi suatu bentuk sosiolek (variasi bahasa yang berkorelasi dg kelas sosial atau kelompok pekerja). (2) Pemakaian ungkapan itu mungkin berkaitan dengan proses berpikir. Maksudnya, seseorang penutur perlu waktu satu atau beberapa detik untuk memformulasikan pikiran sebelum menyusun satu atau beberapa kalimat. Ungkapan "kebetulan" muncul secara spontan mengisi kekosongan waktu tersebut. Pada kasus semacam ini, ungkapan tersebut sama halnya dengan ungkapan "saya pikir ..." atau "eee..." dsb. (3) Ungkapan ini relatif tidak muncul dalam ragam bahasa tulis, kecuali ragam bahasa lisan yang dituliskan. Pada ragam yang terakhir itu ungkapan tersebut muncul bukan secara spontan, melainkan disengaja oleh penulisnya sebagai upaya memertahankan realisme cerita. Dalam mendeskripsikan percakapan, misalnya, seorang penulis cerpen sengaja menggunakan ungkapan tersebut untuk mewakili cara bertutur tokoh yang diciptakannya. Demikian kira-kira. Wallahu alam.



 
 Penggunaan “di mana” sebagai penghubung dua klausa
Yadhi Rusmiadi Jashar 


Untuk menghubungkan dua klausa tidak sederajat, bahasa Indonesia tidak mengenal bentuk “di mana” (padanan dalam bahasa Inggris adalah “who”, “whom”, “which”, atau “where”) atau variasinya (“dalam mana”, dengan mana”, dan sebagainya). Penggunaan “di mana” sebagai kata penghubung sangat sering terjadi pada penerjemahan naskah dari bahasa-bahasa Indo-Eropa ke bahasa Indonesia. Pada dasarnya, bahasa Indonesia hanya mengenal kata “yang” sebagai kata penghubung untuk kepentingan itu dan penggunaannya pun terbatas. Dengan demikian, HINDARI PENGGUNAAN BENTUK “DI MANA”, apalagi “dimana”, termasuk dalam penulisan keterangan rumus matematika. Sebenarnya, selalu dapat dicari struktur yang sesuai dengan kaidah tata bahasa Indonesia. 

o   

Efin Gustrizali 
 penggunaan "di mana" sedapat mungkin dihindarkan, baik ragam lisan maupun ragam tulis. Hal ini disebabkan penggunaan "di mana" akan membentuk konstruk introgatif. Bentuk ini akan memerlukan jawaban dari penggunaan "di mana". Satuan bahasa yang mengikutinya akan berwujud kata di sana atau di situ.

o   

Yadhi Rusmiadi Jashar 
‎/Di/ dalam kata /di manakah/ adalah kata depan (bukan imbuhan di-) yang dipakai untuk menanyakan tempat. Jadi, cara menulisnya harus dipisah. Kata depan /di/, /ke/, dan /dari/ ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali dalam gabungan kata yang udah lazim dianggap sebagai satu kata, seperti /kepada/ dan /daripada/.

o   

Yadhi Rusmiadi Jashar 
Bang Cepi, untuk konstruksi kalimat yang dicontohkan Abdian, kata yang tepat adalah "tempat" atau mungkin kata lain dengan mengubah konstruksi kalimatnya. Akan tetapi, dalam konteks penghubung antarklausa, penggunaan /di mana/ harus dihindari dan dapat diganti dengan /yang/.

o   

Yadhi Rusmiadi Jashar 
Kata yang benar /Di manakah/.



AMIN

9/11/2012

0 Comments

 

Kesalahan penulisan Aamiin Yang sering Terjadi  ===============================

Dalam Bahasa Arab, ada empat perbedaan kata “AMIN” yaitu :

1. ”AMIN” (aliF dan mim sama-samapendek),artinya AMAN, TENTRAM
2. “AAMIN” (alif panjang & mim pendek),artinya MEMINTA PERLINDUNGAN KEAMANAN
3.”AMIIN” (alif pendek & mim panjang),artinya JUJUR TERPERCAYA
4.“AAMIIN” (alif & mim sama-sama panjang),artinya YA TUHAN, KABULKANLAN DOA KAMI

Terus Bagaimana dengan pengucapan/ Penulisan “ Amien“ ???

Sebisa mungkin untuk yang satu ini (Amien) dihindari, karena ucapan “Amien” yang lazim dilafadzkan oleh penyembah berhala (Paganisme) setelah do ’a ini sesungguhnya berasal dari nama seorang Dewa Matahari Mesir Kuno: Amin-Ra (atau orang Barat menyebutnya Amun-Ra)

o     

Jasuma Jsm 

Penulisan aamiin yang benar menurut KBBI adalah amin. 

Telaah singkat:

opin
1. penulisan aamiin, tetap dipertahankan mengikuti sistem bunyi bahasa Arab (fonologi) saat ditulis dalam kajian keilmuan transliterasi mengingat huruf lambang bunyi bahasa Arab (ada bunyi panjang dan ada bunyi pendek) yang membedakan arti;
2. mungkin kasus ini agak masuk ranah dialeg register yang memberikan "kebolehan" penulisan demi jelasnya referensi makna;

fakta
penulisan kata bukan nama, berdasarkan EYD, tidak mengenal huruf ganda sama, seperti aa, ii dalam kasus di atas. Penulisan kata dengan huruf ganda campuran hanya berupa diftong (ai, au, oi) dan gabungan huruf konsonan (kh, ng, ny,sy), lihat EYD hal.3; serta panduan penulisan nsur serapan pada halaman 37 s.d. 45 dokumen EYD.



 
Yadhi Rusmiadi Jashar 

 Ternyata selama ini kita telah salah melabeli "orang yang tidak punya pekerjaan" sebagai "pengangguran". Kenapa demikian? Bila kita cermati urutan pembentukan kata berikut, (1) tulis (kata dasar) ~ menulis (verba aktif transitif) ~ penulis (nomina pelaku) ~ penulisan (nomina hasil)
(2) anggur (kata dasar) ~ menganggur (verba aktif transitif) ~ penganggur (nomina pelaku) ~ pengangguran (nomina proses)
ternyata bentuk yang tepat untuk menyatakan "orang yang tidak punya pekerjaan" adalah "penganggur" sedangkan "pengangguran" berarti "proses, perbuatan, atau cara menganggur".